Sahabat kami pernah bercerita pada suatu waktu, mengenai pengalamannya
bersama sang ibu. Bisa dikatakan, sahabat kami ini memiliki hubungan yang tidak
terlalu dekat dengan ibunya. Sahabat kami ini memiliki keluarga yang utuh,
sejak kecil selalu tinggal bersama, tetapi dia sering mengatakan bahwa hubungannya
dengan sang ibu tidak terlalu dekat.
Hingga tiba saatnya sahabat kami telah selesai menempuh program
pertukaran mahasiswa di Amerika Serikat selama tiga bulan. Sahabat kami ini
tinggal di salah satu keluarga asing yang telah ditetapkan kampusnya (biasanya
beberapa keluarga di Amerika Serikat bersedia menerima mahasiswa dari negara
asing sebagai bagian dari keluarga mereka secara cuma-cuma).
Di sana, sahabat kami diterima dengan baik oleh keluarga barunya.
Terlalu betah dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru, sahabat kami ini
hanya sesekali menelepon keluarganya, termasuk ibunya. Dia hanya menelepon
sebulan sekali, itupun hanya basa-basi menanyakan kabar dan tidak pernah lebih
dari lima menit. Selebihnya, sang ibu tidak pernah menelepon balik, biaya
menelepon cukup mahal bagi keluarganya, sehingga satu-satunya kabar adalah dari
telepon yang selalu ditunggu sang ibu.
Pada suatu malam, saat masa perkuliahan selesai, sahabat kami
mengucapkan terima kasih pada keluarga barunya yang sebenarnya orang asing dan
bukan siapa-siapa.
"Terima kasih Anda menerima saya dengan baik di sini selama
beberapa bulan, terima kasih sudah memberi saya makanan yang lezat dan
menyediakan kamar yang nyaman. Saya bahkan tidak pernah senyaman ini, padahal
Anda adalah orang asing bagi saya," ujar sahabat kami ketika itu.
Lalu orang tua angkat sahabat kami itu mengatakan, "Tidak nak.. apa
yang kami berikan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang sudah
diberikan keluargamu. Kami hanya memberimu tumpangan selama tiga bulan, tetapi
ibumu perlu sembilan bulan dan bertahun-tahun untuk menyedihkan rumah yang
sesungguhnya. Kami hanya memberimu makan selama tiga bulan, perlu lebih dari
waktu itu yang dibutuhkan ibumu untuk memberi ASI dan menyiapkan makanan
untukmu selama bertahun-tahun,"
Saat itu, sahabat kami tersentak.
"Kami hanya berbuat baik sebentar saja padamu, dan kamu sudah
begitu terharu. Kami harap kamu sudah berterima kasih pada keluargamu di
Indonesia, dan pada ibumu,"
Mata sahabat kami berkaca-kaca saat dia menceritakan bagian ini. Dia
mengatakan bahwa ada penyesalan yang sangat dalam karena selama ini dia terlalu
cuek pada keluarganya, terutama pada ibunya. Dia tidak pernah menganggap
masakan yang selalu dibuat oleh ibunya adalah sesuatu yang sangat berharga. Dia
selama ini lupa bahwa ada doa yang mengiringinya setiap waktu, yang selalu
keluar dari hati dan bibir ibunya.
Sejak kejadian itu, sahabat kami tidak pernah lagi absen menanyakan
kabar ibunya setiap hari. Dia menjadi lebih terbuka dan mau mendengar keluh
kesah ibunya. Dan lebih dari itu, sahabat kami menyampaikan kisah ini agar Anda
tidak melakukan kesalahan yang sama.
Selalu ada cinta dan doa dari ibu yang tidak akan habis dimakan waktu.
Sudahkah Anda berterima kasih?
Jika saat ini Anda jauh dari ibu, tak ada salahnya memulai pagi dengan
menanyakan kabarnya. Mendengar suara Anda akan sangat melegakan hatinya,
percayalah :)
0 komentar:
Posting Komentar