Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 13 Juli 2012

10 Rahasia Kesuksesan Bangsa Jepang

Jumat, 13 Juli 2012
- Reviewer: OKE | ItemReviewed: 10 Rahasia Kesuksesan Bangsa Jepang | Description: 10 Rahasia Kesuksesan Bangsa Jepang Rating: 4.5


DuniaQ Duniamu





Jepang, bersama China dan Korea Selatan sukses menjadi raksasa Asia
dalam teknologi dan ekonomi. Padahal mereka hancur lebur saat kota Hiroshima
dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Apa saja
rahasia sukses mereka?





1. Kerja Keras





Bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai
di Jepang adalah 2450 jam/tahun sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika
Serikat (1957 jam), Inggris (1911 jam) dan Perancis (1680 jam. Seorang pekerja
di Jepang bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.





Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak
memalukan" di Jepang dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk
"yang tidak dibutuhkan" oleh perusahaan. Fenomena Karoshi (mati
karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang.





Karena bangsa Jepang tidak menyukai kemalasan, maka jangan heran
apabila mendengar kabar pengemis ditemukan tewas di emperan karena tidak ada
yang memberi sedekah. Bukan berarti mereka pelit, tetapi bangsa Jepang tidak
suka melihat mereka yang hanya ingin "enaknya doang". Namun mereka
akan dengan senang hati memberi bantuan modal dengan syarat lunak apabila kita
ingin bekerja. Ingat, Jepang adalah negara yang sering memberikan hibah kepada
Republik Indonesia.





2. Budaya Malu





Malu adalah budaya turun temurun bangsa Jepang.
Harakiri, menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam
pertempuran atau gagal dalam tugas. Memasuki dunia modern wacananya sedikit
berubah ke makna "mengundurkan diri" bagi pejabat yang terlibat
masalah korupsi atau gagal menjalankan tugas. Efek negatifnya adalah
banyak anak-anak usia sekolah yang bunuh diri karena nilainya jelek atau tidak
naik kelas.





Orang Jepang malu terhadap lingkungannya bila melanggar aturan/norma
yang sudah menjadi kesepakatan umum. Mereka secara otomatis langsung membentuk
antrian dalam berbagai situasi seperti beli tiket. Bahkan untuk memakai toilet
umum mereka berjajar rapi walau sudah kebelet.





3. Hidup Hemat





Bangsa Jepang memiliki semangat hidup hemat. Sikap anti
konsumerisme terlihat dalam berbagai bidang kehidupan di Jepang. Anda akan
terheran-heran kalau melihat supermarket disana ramai antrian pada pukul 19.30.
Ternyata supermarket disana memotong harga sampai separuhnya pada waktu
setengah jam sebelum tutup. Banyak orang Jepang tidak memiliki mobil bukan
karena tidak mampu membeli tapi lebih hemat menggunakan bus atau kereta untuk
bepergian.





4. Loyalitas Tinggi





Loyalitas membuat
sisatem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Tidak
seperti di negara lain, sangat jarang ada orang Jepang yang berpindah-pindah
perusahaan. Karena mereka mempunyai sense of belonging yang tinggi terhadap
tempatnya bekerja. Bagi mereka, terlebih bagi yang terlibat sejak awal
berdirinya perusahaan, kesuksesan perusahaan adalah kesuksesan bagi mereka
juga. Oleh karena itu banyak orang Jepang yang bertahan di sati-dua perusahaan
sampai pensiun. Ini bukan berarti mereka tidak suka suasana baru atau
tantangtan baru, melainkan hanya masalah loyalitas.





5. Inovasi





Bangsa Jepang adalah bangsa penemu, tapi punya keleibihan dalam
"memoles" temuan orang dan memasarkannya dalam bentuk berbeda yang
diminati oleh masyarakat. Ingat saja kesuksesan Walkman produksi Sony yang
legendaris yang merupakan pengejawantahan Radio Tape Casette dalam bentuk
portabel dan bisa dimasukkan ke saku. Atau kereta api yang bukan mereka
penemunya, tetapi merekalah yang pertama menciptakan Shinkansen (kereta
peluru).





6. Pantang Menyerah





Kalau kita menelisik mengenai sejarah Jepang maka kita akan
memaklumi bahwa bangsa Jepang merupakan bangsa yang tahan banting dan
tak pernah menyerah. Berpuluh tahun hidup dibawah kekaisaran Tokugawa yang
menutup semua akses hubungan dengan luar negeri membuat Jepang sangat
tertinggal dalam teknologi dan perekonomian. Ketika Restorasi Meiji dimulai,
Jepang langsung cepat beradaptasi dan menjadi fast learner yang belajar dengan
cepat. Miskkinnya sumber daya alam yang dikandung tanahnya tidak membuat mereka
menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan
kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk
Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30%
wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945,
dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya
Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi di Tokyo, Kobe dan
Tsunami besar baru baru ini ternyata Jepang tidak habis. Yang juga cukup unik
bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai
diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan). Akio Morita
dulu mnjadi bahan tertawaan ketika Walkman ke negara lain tetapi kemudian kita
tahu bahwa Sony Walkman menjadi legenda dan Sony adalah sebuah nama yang
menjadi jaminan mutu apabila kita membicarakan produk-produk hiburan berbasis
lektronik.





7. Budaya Membaca





Bangsa Jepang amat gemar membaca dan tidak suka membuang-buang
waktu. Jangan kaget kalau datang ke Jepang dan masuk ke kereta, sebagian besar
penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa terlihat asyik membaca buku atau
koran tidak peduli mereka duduk atau berdiri. Banyak penerbit yang mulai
membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD,
SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dan lain-lain disajikan
dengan menarik membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca
orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku
asing (bahasa Inggris, Perancis dan lain-lain). Biasanya terjemahan buku bahasa
Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.





8. Kerjasama Kelompok





Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja keras yang
terlalu bersifat individualistik, seperti misalnya klaim hasil pekerjaan,
biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak
hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu,
mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam
kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada ujar-ujar bahwa
“1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya
10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor
Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi
adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam
“rin-gi”.





9. Kemandirian Dipupuk Sejak Dini





Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Anak yang
bersekolah mulai di usia TK harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti,
bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol
besar minuman yang menggantung di lehernya. Di TK setiap anak dilatih untuk
membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya
sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta
biaya kepada orang tua. Mereka bekerja part-time untuk biaya sekolah dan
kebutuhan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang
tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.





10. Menjaga Tradisi dan Selalu Menghormati Orang Yang Lebih Tua





Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang
kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah
untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.





Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari
anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka jangan kaget kalau
yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.





Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang.
Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak
menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya
tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang
signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih
bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang
tertinggi di dunia. Bahkan dosen saya di kampus banyak yang merupakan lulusan
Fakultas Pertanian di Jepang.


0 komentar:

Posting Komentar

 

ID Blogger

Blogger